Rabu, 11 Maret 2015

FRAUD CONTROL

Untuk beberapa entry ke depan, penulis ingin mencoba menggali sistem preventif, deteksi dan investigatif sebagai alat pengendali terhadap fraud (kecurangan) dalam pengelolaan keuangan negara. 
     BPKP sebagai internal auditor pemerintah (Amrizal, 2004) mempunyai  peranan dalam  Pencegahan Kecurangan (Fraud Prevention), Pendeteksian Kecurangan (Fraud Detection), dan  Penginvestigasian Kecurangan (Fraud Investigation). Dalam melaksanakan fungsinya sebagai internal auditor pemerintah antara lain telah mengeluarkan pedoman pengendalian kecurangan yang dikenal dengan Fraud Control Plan (FCP) yaitu suatu program yang dirancang untuk melindungi organisasi dari kemungkinan kejadian fraud/korupsi. FCP ini telah banyak disosialisasikan ke instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, namun harus diakui implementasinya belum sesuai yang diharapkan. Melalui media ini penulis ingin memberikan penyegaran tentang fraud dan perlunya pengendalian terhadap fraud. Pada sesi ini, penulis ingin mengingatkan kembali apa itu fraud.
Dalam literatur akuntansi dan auditing, fraud diterjemahkan sebagai praktik kecurangan. Black’s  Law Dictionary (8th Ed) mendefinisikan Fraud  sebagai :
The intentional use of deceit, a trick or some dishonest means to deprive another of his money, property or legal right, either as a cause of action or as a fatal elemenin the action itself.
Definisi fraud tersebut dapat diartikan sebagai suatu perbuatan sengaja untuk menipu atau membohongi, suatu tipu daya atau cara-cara yang tidak jujur untuk mengambil atau menghilangkan uang, harta, hak yang sah milik orang lain karena suatu tindakan atau dampak yang fatal dari tindakan itu sendiri.

  The Association of Certified Fraud Examinations (ACFE Manual, 2014), mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok sebagai berikut:
a. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud), kecurangan laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial atau kecurangan non finansial.
b. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation),
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya’, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).
c. Korupsi (Corruption),
Korupsi terbagi ke dalam Pertentangan Kepentingan (conflict of interest), Suap (bribery), Pemberian illegal (illegal gratuity), dan Pemerasan (economic extortion).
 

Berdasarkan pengalaman empiris sebagai penegak hukum, D.Andi Nirwanto, 2014 menerangkan berbagai bentuk kecurangan yang dilakukan oleh para pejabat publik, diantaranya :
a)      Petty Coruption
Biasanya terjadi pada saat petugas birokrasi bertemu langsung dengan masyarakat yang membutuhkan layanan publik, seperti pengurusan pasport, ijin pemakaman, ijin pendirian bangunan, pelayanan jembatan timbang dan sebagainya. Proses yang bertele-tele merupakan “rintangan” (roadblock) yang sengaja diciptakan oleh pegawai pemerintahan dengan maksud agar ada” uang tambhan” bagi kepentingan pribadinya.
b)     Patronage
Bentuk perlindungan (patronage) yang dilakukan pejabat publik, biasanya dalam hal rekruitmen, mutasi dan promosi, yang tidak didasarkan pada prestasi dan kemampuan profesional. Tiadak adanya parameter obyektif itu, dikarenakan pejabat publik menggunakan dan memperdagangkan pengaruhnya (trading influence) dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya.
c)      Bribery
Praktek penyuapan (bribery) yang biasanya terjadi pada sektor birokrasi pemerintahan dengan kewenangan mengadministrasikan pendapatan negara (revenue administration), maupun yang mengurusi perijinan tertentu. Kompensasi yang diterima oleh pihak penyuap dalam bentuk penundaan atau pengurangan jumlah pajak yang seharusnya dibayar, kick back (pembayaran kembali) oleh pihak swasta atas keuntungan usaha yang diperolehnya, pembayaran untuk memperlancar dan mempercepat penerbitan ijin (license) dan sebagainya.
d)     Misappropriation
Bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan berupa pemalsuan catatan atau dokumen, klasifikasi barang yang tidak sesuai, serta berbagai bentuk kecurangan. Terjadinya penyalahgunaan atau penyelewengan oleh pejabat publik, pada umumnya dikarenakan tidak berjalannya pengendalian administrasi dan pemeriksaan (check and balance) transaksi keuangan.
e)      Embezzlement
Praktik penggelapan (Embezzement) yang dilakukan pejabat publik, biasanya dilakukan dengan cara mengambil sebagian atau seluruh uang negara yang tersimpan di kas maupun dengan cara menggelapkan asset negara itu.
f)       Extortion
Pemerasan (extortion) dilakukan pejabat publik dengan memanfaatkan ketidaktahuan, ketidakpahaman dan ketidakmengertian masyarakat terhadap suatu ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Celah inilah yang digunakan oleh pejabat publik untuk menakuti masyarakat sehingga mau menyerahkan sejumlah uang agar terhindar dari ancaman sanksinya.


     Dalam perkembangannya World Bank mengidentifikasi kecenderungan korupsi di Indonesia dengan tipologi grand corruption dalam bentuk ste capture atau elite capture. Tipologi grand corruption itu, meliputi : (a) suap kepada anggota DPR untuk mempengaruhi produk legislasi; (b) suap kepada pejabat negara untuk mempengaruhi kebijakan publik; (c) suap kepada lembaga peradilan untuk mempengaruhi keputusan terkait dengan kasus-kasus besar; (d) suap kepada pejabat bank sentral untuk mempengaruhi kebijkan moneter; dan (e) sumbangan kampanye ilegal untuk partai politik.
Pertanyaan berikutnya, apa sebenarnya penyebab fraud ...?