Petunjuk adanya kecurangan
biasanya ditunjukkan oleh munculnya gejala-gejala (symptoms) seperti
adanya perubahan gaya hidup atau perilaku seseorang, dokumentasi yang
mencurigakan, keluhan dari pelanggan ataupun kecurigaan dari rekan sekerja.
Menurut
Dr. Steve Albert (3th 2009) :
To
detect fraud, managers, auditors, employees, and examiners must recognize these
fraud indicators or symptoms (sometimes called red flags) and investigate whether
the symptoms resulted from actual fraud or were caused by other factors.
Unfortunately, many fraud symptoms go unnoticed, and even symptoms that are
recognized are often not vigorously pursued. Many frauds could be detected
earlier if fraud symptoms were investigated. Symptoms of fraud can
be separated into six groups: (1) accounting anomalies, (2) internal control
weaknesses, (3) analytical anomalies, (4) extravagant lifestyle, (5) unusual behavior, and (6) tips and complaints.
Senada dengan itu, Valery G Kumaat (2011:156) menyatakan
bahwa mendeteksi fraud adalah upaya untuk mendapatkan indikasi awal yang
cukup mengenai tindakan fraud, sekaligus mempersempit ruang gerak para
pelaku fraud (yaitu ketika pelaku menyadari prakteknya telah diketahui,
maka sudah terlambat untuk berkelit).
Atribut pengendalian untuk mendeteksi adanya fraud menurut Pedoman Teknis Fraud
Control Plan (FCP) BPKP, 2010 terdiri dari :
- Sistem pelaporan kejadian fraud;
- Perlindungan pelapor
Sistem Pelaporan Kejadian fraud memerlukan
sistem yang dapat mendorong agar
masyarakat menempuh langkah yang tepat serta terlindungi, sehingga setiap organisasi harus mempunyai sistem
pelaporan untuk keperluan arus informasi kejadian fraud kepada Pejabat yang
berwenang, bukan hanya
bermanfaat untuk melaporkan kejadian fraud namun juga mengidentifikasi area
yang perlu disempurnakan. Menurut Nurharyanto (2013 hal.
270) metode pendeteksian yang penting dianggap cukup efektif salah satunya
adalah melalui mekanisme pelaporan perbuatan fraud secara anonim ( whistle
blower hotline), proses penanganan pengaduan secara transparan dan prosedur
deteksi fraud secara proaktif
dirancang khusus untuk mengidentifikasi kejadian fraud.
Dengan demikian, sistem pelaporan kejadian fraud
tersebut, setidaknya harus:
1)
Menerima informasi tentang risiko yang teridentifikasi
dan saran perbaikan sistem;
2) Menerima informasi tentang
dugaan fraud;
3) Menjaga kerahasiaan
pihak-pihak yang terkait;
4) Menyalurkan informasi kepada
pejabat yang relevan;
5) Menjamin adanya kajian dan
investigasi yang tepat;
6) Menjamin ketaatan keharusan
pelaporan kepada pihak eksternal;
7)
Memberikan masukan (feedback) kepada pemberi
informasi, menunjukkan bahwa informasi ditangani dengan sungguh-sungguh dan
ditindaklanjuti.
Dalam upaya menumbuhkan partisipasi
publik guna mengungkap kecurangan Pimpinan organisasi harus membuat iklim yang
kondusif dan membuat komitmen yang jelas
dan tidak memihak untuk mendukung, serta melindungi semua upaya dalam kaitannya
dengan pengidentifikasian fraud
didalam organisasi yang dikelola. Pada dasarnya, untuk meningkatkan
efektivitas penerapan kebijakan wistlebowing, setidaknya mencakup
perlindungan kepada whistleblower, regulasi yang terkait pengaduan fraud dan sistem pelaporan dan mekanisme
tindaklanjut. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi RI membuat Peraturan nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman
pembangunan Zona Integritas menuju wilayah bebas dari korupsi dan wilayah
birokrasi bersih dan melayani di lingkungan Kementerian/lembaga dan Pemerintah
Daerah antara lain menyebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan partisipasi
pegawai untuk melaporkan tindak pidana korupsi di tempatnya bekerja yang
diketahuinya, perlu dibangun sistem penanganan pengaduan tindak pidana korupsi
(whistleblower System) untuk
menindaklanjuti laporan dan memberikan jaminan perlindungan terhadap pelapor.
Perlindungan terhadap pelapor
Tindak pidana (Wistle Blower) dan
saksi Pelaku yang bekerja sama (justice
Collaborator) diatur dalam Pasal 10 Undang-undang No.13 tahun 2006 tentang
Perlindungan saksi dan korban sebagai berikut :
- Saksi korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikan.
- Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara syah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana.
Sistem pelaporan kejadian fraud tidak akan efektif berjalan jika tidak diikuti dengan respon yang tepat dan terkonfirmasi oleh si pelapor. Dalam rangka menindaklanjuti setiap pelporan tersebut harus dibuat prosedur
deteksi fraud secara proaktif
yang dirancang khusus untuk mengidentifikasi kejadian fraud dan kajian investigasinya.